MAKNA JUBATA DALAM SUDUT PANDANG GEREJA KATOLIK DAN BUDAYA DAYAK KANAYATN

 


 

Yaventus Suporta

(Seminaris Kelas Topang 2021/2022)

 

Banyak orang yang sering mempertanyakan, siapa itu Jubata? Ada yang berpendapat bahwa Jubata itu adalah Roh-roh nenek moyang yang hidup pada zaman dahulu kala, dan Roh tersebut di-Tuhankan dan disembah. Tetapi bagi suku Dayak Kanayatn, Jubata itu adalah Tuhan sang pencipta Sudut pandang Gereja Katolik, khususnya di daerah Kalimantan Barat menyebut Jubata sebagai pengganti kata “Tuhan”. Dan biasanya orang Dayak Kanayatn mengatakan “Jubata Yesus Kristus” yang artinya Tuhan Yesus Kristus.

Dalam mitologi suku Dayak Kanayatn, Jubata merupakan Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Ada beberapa versi cerita tentang Jubata, dan ceritanya mempunyai kesamaan dengan isi Alkitab yang menceritakan tentang kisah penciptaan, yaitu terdapat dalam Kitab Kejadian. Menurut versi ceritanya, Jubata memiliki tiga nama yaitu, (1) Ne’ Jubata Panitah,  (2) Ne’ Jubata Patampa atau Ne’ Jubata Pajaji, dan (3) Ne’ Jubata Pangedokng. Ketiga nama ini bukan berarti menunjukan ada tiga pribadi Jubata, melainkan hanya satu pribadi atau kodrat, namun mempunyai tiga nama yang berbeda.

 

A.  Ne’ Jubata Panitah

Ne’ Jubata Panitah adalah nama pertama dari pribadi Jubata yang bersabda atau mengkehendaki terciptanya manusia dari tanah liat dan secitra dengan Jubata. Artinya, Ne’Jubata Panitahlah yang mengeluarkan sebuah titah atau sabda bahwa manusia diciptakan dengan tanah liat dan harus secitra dengan Jubata (bdk. Mencermati Dayak Kanayatn,3). Sebuah cerita tentang kisah penciptaan menurut mitologi suku Dayak Kanayatn ini mempunyai kesamaan dengan kisah penciptaan menurut Alkitab. Di dalam Kitab Kejadian tertulis bahwa, Allah menciptakan manusia seturut dengan gambaran atau citra-Nya, supaya manusia berkuasa atas segala binatang dan makhluk hidup lainnya (bdk.Kej,1:26-27).

 

B.  Ne’ Jubata Patampa atau Pajaji

Ne’ Jubata Patampa atau Pajaji adalah nama kedua dari pribadi Jubata yang memiliki peran yang berbeda dari Ne’ Jubata Panitah. Ia adalah pribadi Jubata kedua yang menjadikan manusia seutuhnya, sehingga persis dengan gambaran-Nya (bdk.Mencermati Dayak Kanayatn,3). Hal ini menunjukan bahwa, dalam kisah penciptaan menurut sudut pandang mitologi suku Dayak Kanayatn, manusia tidak hanya diciptakan oleh satu pribadi dari Jubata. Melainkan pribadi kedua juga terlibat dalam tugas menciptakan yang berbeda, yaitu menyempurnakan (menjadikan) wujud manusia dengan gambaran-Nya.

 

C.  Ne’ Jubata Pangedokng

Ne’ Jubata Pangedokng adalah nama ketiga dari pribadi Jubata yang bisa dibilang sangat menentukan terciptanya manusia secara utuh dan mempunyai nafas kehidupan. Karena apa yang telah dilakukan dan dikerjakan oleh nama lain dari pribadi Jubata (Ne’ Jubata Panitah, Patampa atau Pajaji) belum mencapai tahap yang sempurna. Sebelumnya, memang manusia sudah dijadikan sesuai dengan gambaran atau citra Jubata, tetapi belum bernafas dan hidup. Maka, Ne’ Jubata Pangedokng menghembuskan nafas kepada manusia ciptaan-Nya tersebut, sehingga menjadi sempurna dan hidup. Dari hasil akhir penciptaan ini terciptalah sepasang manusia, yaitu Ne’ Adam dan Ne’ Siti Hawa (bdk.Mencermati Dayak Kanayatn,3-4).

Dalam kisah penciptaan manusia versi mitologi suku Dayak Kanayatn dikatakan bahwa, ketiga nama dari Jubata memiliki satu kodrat atau pribadi yang menciptakan sepasang manusia sesuai dengan gambaran atau citra-Nya. Nama sepasang manusia yang diciptakannya hadir dengan wujud seperti rupa-Nya itu sangat sama dengan manusia yang Allah ciptakan, dan proses penciptaannya juga hampir sama dengan proses Allah menciptakan manusia, yaitu Ia menciptakan manusia dari debu dan tanah, serta menyamakan rupa atau wujud manusia sesuai dengan gambaran-Nya.

Nah, setelah mendengar kisah Jubata yang mungkin pernah kita dengar secara lisan dari orang-orang tua, pasti terlintas di benak dan pikiran, bahwa Jubata merupakan tuhannya orang Dayak. Tetapi jika dilihat dari rumusan cerita mengenai pribadi Jubata dan kisah penciptaannya yang telah dituturkan secara singkat di atas tadi secara jelas dikatakan, bahwa Jubata mempunyai peran yang sama dengan Allah yang menciptakan langit dan bumi menurut Alkitab.

Ada beberapa hal yang memang tidak sesuai dengan kisah penciptaan menurut Alkitab. Dalam cerita versi mitologi suku Dayak Kanayatn dikatakan bahwa tiga nama dalam satu pribadi Jubata masing-masing memiliki peranan dalam menciptakan manusia. Sedangkan dalam kisah penciptaan menurut Alkitab tertulis, bahwa Allah tidak memiliki peran masing-masing dalam menciptakan manusia. Memang Allah mempunyai tiga pribadi, yaitu Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus. Tetapi ketiga pribadi ini tidak mempunyai peran masing-masing dalam menciptakan manusia. Hal ini mungkin masih banyak dipertanyakan oleh masyarakat Dayak atau non-Dayak yang kadang menggangap Jubata adalah Tuhan atau Sang Pencipta yang harus diimani dan dipercaya.

Beberapa pendapat tentang Jubata juga sering kali dikemukakan oleh para misionaris dari Belanda dalam buku-buku penelitan, dan mereka yang pernah hidup diantara suku Dayak Kanayatn. Salah satunya RP. Yeremias Melis, OFM.Cap yang mengatakan, bahwa Jubata merupakan roh-roh baik yang mempunyai jumlah banyak di setiap sungai, gunung, hutan dan bukit-bukit (bdk.Battaki 1997,9). Hal ini semakin mengajak kita untuk berfikir, apakah Jubata Tuhan atau roh-roh yang hidup berdampingan dengan manusia? Tetapi ada juga beberapa pendapat yang mengutarakan apa dan siapa sebenarnya Jubata menurut sudut pandang umat Katolik.

·                Menurut Diknasius Fernando Yogi (Mahasiswa Topang 2021/2022), pribadi Jubata yang menciptakan manusia menurut mitologi suku Dayak Kanayatn, boleh disamakan dalam konteks kisah penciptaan menurut Alkitab. Tetapi tidak dengan kodratnya yang serupa dengan kodrat Allah Tritunggal Mahakudus, karena tidak ada bukti dan dogma-dogma yang kuat tentang Jubata sama seperti Allah. Dan pada hakikatnya dalam agama Katolik, pemahaman tentang budaya dan agama tidak dapat disatu padukan.

·                Menurut Kristoforus Armadios ((Mahasiswa Topang 2021/2022), Allah dengan Jubata tidak bisa dikaitkan dalam konteks kodrati, karena tidak ada bukti atau sebuah dogma yang kuat untuk menyatakan, bahwa Jubata itu mempunyai kodrat yang sama dengan Allah. Cerita tentang Jubata juga merupakan cerita yang dituturkan secara turun temurun oleh masyarakat Dayak. Dan dalam penuturannya banyak mempunyai versi yang berbeda-beda. Maka dari itu tidak ada sebuah sumber yang sangat akurat dan terpercaya mengenai Jubata.

·                Menurut Petrus Rangga Grahita Pratiyasmoro (Mahasiswa Topang 2021/2022), Allah dan Jubata sangat mempunyai perbedaan dalam kodrati. Jubata merupakan sebuah mitologi suku Dayak Kanayatn yang dituturkan oleh para nenek moyang dan sampai sekarang, mungkin ceritanya masih populer di kalangan masyarakat Dayak. Maka kisah atau ceritanya yang  turun-temurun mungkin telah diubah-ubah dan dikumpulkan beberapa pendapat tentang ceritanya. Dan tidak dapat dikaitkan satu sama lain, apa lagi dikaitkan dengan kodrat Allah Tritunggal Mahakudus.

Budaya dan agama, pada hakikatnya memang tidak bisa dikaitkan satu sama lain karena bertentangan dengan ajaran dan pemahamannya. Gereja Katolik memang terbuka dengan corak kulturasi di Indonesia. Ada kebiasaan tertentu dalam budaya Dayak Kanayatn yang tidak dapat disatukan dalam ajaran Gereja Katolik, tetapi pihak Gereja juga tidak melarang dan mengklaim hal tersebut menjadi suatu yang haram atau sesat untuk melaksanakan serta melakukannya. Contohnya seperti melaksanakan upacara penghormatan untuk patung-patung pantak di tempat keramat yang biasa orang Dayak Kanayatn sebut “panyugu”.

Maka dari itu, misteri Jubata dalam suku Dayak Kanayatn hanyalah sebuah cerita atau legenda yang bersifat turun-temurun, dan diwariskan kepada orang-orang di setiap zaman, karena supaya tidak punah dan tetap terjaga. Sebagian orang-orang Dayak juga banyak menerbitkan buku-buku yang menceritakan mitologi Jubata, dan para peneliti dari Belanda pada abad 18-19 M juga telah mengemukakan dalam penelitian tentang budaya dan hal-hal menyangkut suku Dayak di tanah Boreno atau Kalimantan yang kemudian dijadikan sebuah buku. Salah satunya ialah buku PJ Veth yang berjudul “BORNEO BAGIAN BARAT” yang kemudian dialihbahasakan oleh RP. Jeremias Melis, OFM. Cap, Seorang misonaris Belanda.

Perspektif Gereja Katolik terhadap budaya Dayak Kanayatn memang cukup positif dan menerima Budaya serta adat-istiadatnya. Tetapi pihak Gereja juga tidak bisa menyamakan apa yang menjadi kepercayaan Orang Dayak sejak dari zaman para nenek moyang mereka, karena pada hakikatnya Gereja Katolik mempunyai ajaran-ajaran dan kebijakan yang bertentangan terhadap ajaran budaya masyarakat Dayak. Maka, Jubata dan Allah tidak memiliki kodrati yang sama.

Tradisi Gereja Katolik juga memiliki ajaran tentang Allah, dimana Allah Bapa sama seperti Allah Putra, Allah Putra sama seperti Allah Bapa, dan Allah Bapa dan Putra sama seperti Allah Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut tahkta kekudusan dan kodrati-Nya (bdk. KGK 253.Sinode Toledo XI 675 : DS 530). Maka dari itu, Jubata hanyalah sebuah mitologi suku Dayak Kanayatn yang mempunyai nilai keluhuran. Dan pihak Gereja Katolik mengakuinya sebagai sebuah mitologi dan kulturasi yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Dayak Kanayatn.

 

Daftar Pustaka

Alkitab Deutrokanonika.

Battaki (Berita Antar Kampug Kita) 1997, Oleh : RP. Jeremias Melis, OFM. Cap.

Katekismus Gereja Katolik. KGK 253. Sinode Toledo XI 675 DS : 530.

Mencermati Dayak Kanayatn, Oleh Institue of Dayakology Research and Development.

Komentar

Posting Komentar

Terpopuler